nopri bagayo

nopri bagayo
BAGAYO

Rabu, 11 Januari 2012

Kerajaan Landak


                                       SEJARAH KERAJAAN LANDAK
                                                         kab landak.jpg

Kerajaan Landak mula-mula diperintah oleh Raden Ismahayana dengan gelar Raja Dipati Karang Tanjung Tua (1472-1542). Setelah menganut agama Islam, ia dikenal dengan gelar Albdulkahar. Raden Ismahayana adalah anak tunggal Raden Kesuma Sumantri Indra Ningrat Ratu Angkawijaya Brawijaya VII yang juga dikenal dengan nama Pulang Palih VII dalam perkawinan dengan Dara Hitam, seorang putri Dayak. Pada zaman pemerintahan raja pertama ini, kerajaan berkedudukan di Ningrat Batur, di sungai Terap/Mandor. Oleh masyarakat Dayak Kendayan, saat ini tempat tersebut disebut sebagai Ambawang Bator (ambawang berarti peninggalan).
Oleh putra Raden Ismahayana, Raden Abdulkahar, pusat pemerintahan kemudian dipindahkan ke Munggu yang terletak di persimpangan sungai Landak dengan sungai Menyuke. Karena kerajaan ini terletak di tepi sungai Landak, maka dinamailah Kerajaan Landak.
Dalam masa pemerintahan Anam Jaya Kesuma (1600), Kerajaan Landak mencapai masa gemilang karena kedekatannya dengan Kerajaan Tanjungpura. Kedekatan ini terjadi karena Ratu Mas Djaintan, saudara kandung Anam Jaya Kesuma, diperistri oleh Sultan Muhammad, raja Tanjungpura.
Tahun 1700 terjadi perang saudara antara Kerajaan Landak dengan Kerajaan Tanjungpura, karena Kerajaan Landak menuntut dikembalikannya Intan Kobi, yaitu intan kerajaan peninggalan leluhur. Dalam perang pertama, kemenangan berada pada Kerajaan Tanjungpura yang dibantu oleh Kerajaan Inggris. Untuk menebus kekalahan dan membebaskan tawanan, Kerajaan Landak meminta bantuan dari kerajaan Banten. Perang kedua ini berhasil dimenangkan Kerajaan Landak, termasuk karena dukungan Belanda yang menghancurkan perwakilan Inggris di Sukadana.
Pada abad ke-19, raja-raja Landak merasa dirugikan oleh imperialis Belanda. Kemudian raja-raja Landak memimpin rakyatnya mengadakan pemberontakan terhadap Belanda. Tahun 1831 pemberontakan dipimpin oleh Ratu Adi, dan Gusti Kandut pada tahun 1890. Tahun 1899 pemberontakan terhadap Belanda dipimpin oleh Gusti Abdurrani, dibantu Panglima Daud, panglima Anggu I dan Ya' Bujang. Semua pemberontakan ini tidak berhasil namun tidak memadamkan cita-cita kemerdekaan rakyat Landak. Kerajaan Landak kemudian berakhir dan bergabung dengan pemerintahan Republik Indonesia.
Kebangkitan Kerajaan Landak pada zaman modern ditandai dengan pengukuhan pewaris Kerajaan Landak, Drs. Gusti Suryansah, M.Si, sebagai pemangku tahta kerajaan bergelar Pangeran Ratu (calon raja) pada 24 Januari 2000.

                                   


Nama kerajaan Landak  (yang disebut juga Landa) muncul sejak kerajaan ini disebut-sebut dalam Negara Kertagama dalam tahun 1365 yang ditulis oleh Epu Prapanca di masa pemerintahan raja Hayam Wuruk Rajasanegara yang memerintah di kerajaan Majapahit. Kerajaan-kerajaan di Nusa Tanjungpura yang dituliskan Prapanca sejumlah 21 kerajaan. Dari 21 kerajaan itu, 18 diantaranya terdapat di Kalimantan. Salah satunya adalah kerajaan Landak. Berawal dari salah seorang bangsawan dari Singasari yang menuju ke Pulau Kalimantan yang membuka pusat pemerintahan awal kerajaan Landak dikenal sebagai Nigrat Batur atau Angrat Batur, kemudian turun temurun bangsawan dari Singasari yang kemudian dikenal sebagai Ratu Sang Nata Pali I memerintahkan kerajaan Landak hingga pemerintahan Ratu Sang Nata Pulang Pali VII.

Raden Iswaramahayana, Raden Ismahayana atau yang dikenal dengan nama Abdul Kahar adalah anak dari Ratu Sang Nata Pulang Pali VII dengan Ratu Permaisuri Dara Hitam. Setelah Pulang Pali VII mangkat, maka naik tahtalah Raden Iswaramahayana. Di atas tahta Kerajaan ia kemudian bergelar Raja Adipati Karang Tanjung Tua (1472). Setelah memerintahkan kerajaan Landak yang semula di Angrat Batur atau Ningrat Batur Sekilap Sepatah (1292-1472). Ke lokasi yang baru yaitu di kaki bukit yang berhadapan dengan sungai Menyuke percabangan sungai Tenganap atau sungai Landak. Setelah kemudian berkembang sebagai ibukota Kerajaan Landak, yang juga dikenal dengan Kota Ayu atau Munggu, yang kini lokasi tempat makam Raden Abdul Kahar.

Persaudaraan antara Raden Abdul Kahar dengan keluarga turun temurun dari ibunya Putri Dara Hitam dengan Aria Sinir yang dikenal sebagai orang Darat (Dayak), sedang perjodohan antara Dara Hitam dan Ratu Sang Nata Pulang Pali VII sebagai orang laut (Melayu). Di Bawah pemerintahan Raja Adipati karang Tanjung Tua Raden Iswaramahayana (1472-1542), agama Islam masuk dan berkembang pesatnya di wilayah kerajaan Landak. Raja kerajaan Landak beserta keluarga dan rakyatnya kemudian memeluk agama Islam, dan raja sendiri berganti nama dan lebih dikenal sebagai Raden Abdul Kahar.

Raja-raja dan Penerus Kerajaan landak.

I. Pada pase pertama ibu kota kerajaan Landak di Nigrat Batur atau Angrat Batur Sekilap Sepatah kurun waktu 1292-1472 atau sekitar 180 Tahun

II. Ibukota Kerajaan Landak di Ayu Munggu kurun waktu 1472-1703 sekitar 203 Tahun

III. Ibukota Kerajaan Landak di Bandong kurun waktu 1703-1768 sekitar 65 tahun

IV. Ibukota Kerajaan Landak di Ngabang sejak tahun 1768 dan merupakan ibukota terakhir Kerajaan Landak dalam perjalan sejarah pemerintahannya.

Turunan pertama Kerajaan Landak yang berawal dari Ratu Sang Nata Pulang Pali I sampai ke Pangeran Ratu Drs. Gusti Suryansyah Amiruddin, M.Si pangeran Ratu Keraton Landak, sejak tahun 2000 sudah 39 turunan.




PENINGGALAN KERAJAAN LANDAK

- Istana Kerajaan Landak/Ngabang
Istana yang terletak di Kota Ngabang Kabupaten Landak, 177 km dari Kota Pontianak, menyimpan berbagai peninggalan kerajaan Landak, disamping istanah terdapat sebuah mesjid kerajaan Landak

- Makam Raja Landak
Makam Raja Abdul Kahar atau Ismahayana atau Iswara Mahayana yang terletak di daerah Munggu lebih kurang 1 jam perjalan menyelusuri anak sungai Landak, Makam yang terletak di atas bukit mempunyai panjang 2 meter. Makam yang sering diziarahi oleh masyarakat terutama jika ada hari-hari besar.

- Makam Juang Mandor
Makam yang terletak di Kecamatan Mandor, 80 km dari Kota Pontianak.Menumen perjuangan di daerah ini dimakamkan sekitar 21.037 penduduk, raja-raja Kalimantan Barat yang dibunuh tentara Jepang pada pristiwa Mandor 1942.

- Intan Landak
sungai Landak dimana banyak penduduk mendulang intan. Intan Landak sangat terkenal dengan sebutan intan Kobi berkualitas lebih baik dari intan Martapura yang berwarna putih,merah,kuning dan hitam.Dari 13 kecamatan yang ada di wilayah Landak yang memiliki potensi pertambangan berupa intan adalah Ngabang,Air Besar, dan Kuala Behe.

- Upacara Ngantar Tumpang Negeri
Upacara Ngantar Tumpang Negeri merupakan upacara adat suku bangsa Melayu di kerajaan Landak sekitarnya daerah Kecamatan Ngabang Kabupaten Landak. Ngantar Tumpang Negeri adalah salah satu upacara sebagai manifestasi dari rasa syukur atas nikmat yang dilimpahkan Allah SWT, dan juga merupakan upaya penghindaran malapetaka/bala, pengusiran penyakit dan ketidak beruntungan, permohonan keselamatan dan pengharapan kehidupan yang lebih baik dan keberuntungan pada tahun yang akan datang.
BY LEONARDUS NOPRIANSYAH